N: Buk, Ibuk tuh sampai kapan sih nulis-nulis kayak gitu?
I: Ya sampai seterusnya, kak. Karena Ibuk sudah berniat untuk bekerja dengan cara menulis seperti ini.
N: Masa setiap hari Ibuk harus nulis, memang berapa banyak buku yang mau dibuat? Masa mau buat buku terus?
I: Ibuk menulis bukan untuk membuat buku saja, tapi Ibuk juga menulis di blog. Kakak igat, kan, cerita-cerita yang kapan hari Ibuk bacakan dari laptop Ibuk? Yang ada foto Najwa, Ayah juga Adik?
N: Iya, tapi sampai kapan Ibuk mau seperti itu? Coba Ibuk kerja di kantor saja. Jadi kalau pagi Ibuk berangkat kayak Budhe atau Umminya Dinda. Setelah pulang, sampai di rumah sudah enggak kerja lagi. Kita cuma bermain.
***
Penggalan percakapan antara ibu dan anak di atas seketika membuat saya tertegun. Rasanya, seperti sedang melihat diri saya sendiri di sana, dalam adegan yang sangat menyentuh itu. Dulu, waktu masih jadi karyawan kantor, sama sekali nggak terpikir dalam benak saya percakapan seperti ini akan terjadi. Dulu, setiap pulang kantor hampir selalu saya kelelahan --fisik dan mental. Boro-boro main lama sama si Kakak. Lebih seringnya, saya jatuh tertidur atau leha-leha di depan tivi sementara dia sibuk bermain lego atau menggambar di dekat saya.
Sekarang, setelah memilih untuk bekerja dari rumah tanpa ART, waktu saya nyatanya nggak jadi lebih banyak untuk anak-anak. Lha gimana mau mainan, kalau tumpukan kerjaan rumah nggak ada habisnya. Belum lagi kalau pas kebetulan kerjaan saya sendiri juga diburu waktu. Makanya pas baca percakapan di atas saya auto ngerasain banget posisi penulisnya. Di satu sisi, setiap ibu pasti pengen bisa memiliki waktu sebanyak mungkin bersama buah hatinya. Namun di lain pihak, ibu juga punya target dan prioritas lain yang menuntut penyelesaian.
Reality bites. #Sigh. Apa yang kita pikirkan dan bayangkan memang tak selalu seindah kenyataan. Well, paling tidak begitulah yang saya rasakan. Bahkan sampai hari ini, saya masih sering merasa belum maksimal mendampingi anak-anak, sebanyak apapun saya menghabiskan waktu bersama mereka. Selalu ada celah yang rasanya belum bisa saya isi dengan sempurna. Padahal, saya begitu ingin mengisi ruang-ruang ingatan masa kecil mereka dengan kenangan indah bersama ibunya. Pepatah bilang, anak-anak akan segera besar dan meninggalkan kita. Dan saya tidak mau masa kecil yang singkat ini terlewati begitu saja. Tapi ya gitu deh… keterbatasan manusia terkadang menjadi kendala dalam mewujudkan keinginan.
Di sisi lain, saya paham betul apa yang ada dalam benak Najwa, gadis cantik hitam manis yang sering saya lihat penampakannya lewat beranda media sosial ibunya itu. Saya tahu, jauh di dalam hatinya, anak-anak selalu ingin menjadi orang terpenting dalam hidup orang tuanya. Mereka tak ingin berbagi, tak ingin menjadi yang nomor sekian. Mereka mau menjadi yang utama, yang terpenting. Karena itulah, mereka sering kali menjadi sangat posesif dan egois. Ya, namanya juga anak-anak.
Saya pun pernah mengalaminya, terutama dengan si Kakak yang kebetulan kejamanan tumbuh besar dalam masa-masa krusial saya sebagai orang tua baru. Dulu, rasanya saya belum sebijak saat ini. Dan Rafael pun tumbuh dalam pola asuh yang masih amburadul. Jadilah masa tumbuh kembangnya lebih diwarnai fase-fase yang dinamis ketimbang Kevin, adiknya. Jujur, kadang kala saya merasa sedikit bersalah sama si Mbarep. Saya merasa kurang memberinya kenangan yang indah dan layak untuk diingat sampai tua.
Tapi, syukur kepada Tuhan seiring berjalannya waktu, kami bisa memiliki waktu-waktu dan kesempatan yang lebih banyak untuk saling mengenal, mendukung dan berbagi. Kini, kami terbiasa ngobrol dari hati ke hati, membahas banyak hal yang telah lewat maupun rencana-rencana masa depan. Saya beryukur, kalaupun kenangan masa kecilnya bersama saya kurang berwarna, paling tidak di masa-masa remajanya saya jadi lebih banyak hadir dan membersamainya.
Pentingnya Kenangan Baik di Masa Kecil
Dalam buku yang berjudul Good Childhood Memories, Mbak Damar -sang penulis yang juga sobat saya- menuturkan bahwa seorang anak yang memiliki kenangan bahagia pada masa kecilnya, akan memiliki ingatan yang positif dan besar kemungkinan dapat memunculkan kembali ingatan tersebut. Demikian pula sebaliknya.
Lewat buku setebal 197 halaman ini, Mbak Damar ingin berbagi cerita bahwa tidak mengapa jika kita bukan orang tua yang sempurna untuk anak-anak. Kita juga tak mampu memastikan apakah kelak anak-anak akan mendapatkan yang terbaik sepanjang hidupnya. Namun kita punya kesempatan untuk meninggalkan kenangan baik bagi anak-anak. Sebuah kenangan yang dengan betah menghuni ruangan ingatan mereka. Sebuah kenangan yang memunculkan perasaan bahagia, beruntung sekaligus merasa dicintai ketika mereka berkesempatan mereproduksi kenangan tersebut di masa depan.
Saya beruntung mengenal Mbak Damar secara pribadi, meski kami belum pernah bertemu langsung. Sejak bertemu dalam sebuah kelas pelatihan menulis online di tahun 2016 (kalau nggak salah), hubungan pertemanan kami berlanjut di kelas-kelas menulis lain, dan terakhir bersatu lagi dalam WAG penulis maupun blogger di sana-sini. Sering kali di waktu luang, kami chit-chat sekedar tanya kabar atau haha hihi bareng. Karena itu rasanya dekat banget sama ibu dua anak ini meski percakapan kami selalu lewat tulisan.
To be honest, Mbak Damar adalah salah satu penulis dan blogger panutan saya. Tulisan-tulisannya mengalir, jujur, dan enak banget dibaca. Rasanya sulit untuk tidak setuju pada setiap tulisannya. Karena itu saya hampir selalu ngintilin apapun yang mba Damar kerjakan. Dan, saya seneng banget waktu tahu buku Good Childhood Memories ini terbit. Tanpa pikir panjang, saya langsung japri dan pesan, “Pokoke minta tanda tangan, cap jempol, plus cipokan spesial.” Hahahaha..
Sebetulnya, saya udah beberapa waktu lalu nyelesaiin buku bersampul biru ini. Tapi ntahlah, rasanya waktu dan tenaga nggak pernah cukup untuk bikin reviewnya. Thank God, akhirnya tulisan ini selesai juga saya buat. Dan inilah review selengkapnya.
Review Buku Good Childhood Memories
Judul buku: Good Childhood Memories – Usaha Meninggalkan Kenangan Baik bagi Anak
Penulis: Damar Aisyah
Penerbit: Buku Mojok Grup
Penyunting: Rifai Asyhari
Cetakan: April 2021
Tebal: 197 halaman
Genre: Parenting
ISBN: 978-623-94979-9-6
Harga: Rp 68.000
Tentang Buku Good Childhood Memories
Buku bersampul dominan biru tosca ini berhias siluet anak perempuan yang -sepertinya- sedang melayang atau terbang. Very simple, yet beautiful. Buat saya yang penganut aliran minimalis, sampul seperti ini sangat menyenangkan. Sederhana, tapi pesan dan makna yang dibawanya nyampai ke hati. Lewat gambar di sampul buku ini, Mbak Damar seolah sedang menyampaikan pesan bahwa kenangan baik masa kecil anak-anak itu nggak selalu harus mewah, glamour, dan penuh warna. Tapi, setiap detail sederhana yang kita sematkan dan nikmati setiap hari bersama mereka adalah pesan cinta yang akan membekas dalam hati anak-anak selamanya. Penerimaan dan cinta sepenuh hati dari orang tua adalah resep tepat untuk menciptakan kenangan baik pada ruang ingatan setiap anak.
Pada bab awal, Mbak Damar mengingatkan setiap orang tua bahwa semua kenangan baik dalam ingatan anak-anak selalu dimulai dari rumah. Rumah yang dipenuhi atmosfer positif, mampu menumbuhkan anak-anak yang bahagia.
Tidak peduli seberapa kokoh bangunan fisiknya, entah rumah kontrakan atau milik sendiri, sebuah rumah idealnya mampu memberikan rasa nyaman bagi penghuninya,khususnya bagi seorang anak yang sedang memulai petualangan hidupnya (hlm. 3-4).
Penulis kemudian membagikan kisahnya bersama suami dalam proses membesarkan DuoNaj, kedua buah hati mereka, bagaimana mereka berupaya menciptakan atmosfer positif di rumah. Yang unik, keduanya memiliki background yang bertolak belakang. Mbak Damar yang tumbuh besar dalam asuhan seorang ibu tunggal bersama ketiga saudara perempuannya, terbiasa mengalami perlakuan yang “cukup keras” dari sang ibu. Dia dididik untuk menjadi perempuan mandiri yang tidak mudah lemah, disiplin, dan beragam wejangan tentang perempuan tangguh lainnya. Sebaliknya, sang suami tumbuh dalam pola asuh orang tua yang berbeda. Keduanya pun sepakat untuk menerapkan pola asuh ‘campuran’ dari masa lalu mereka, dengan modifikasi di sana-sini dan disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Pada bab ini juga penulis memberikan beberapa tips bagaimana menciptakan atmosfer positif di rumah yang menurut saya sangat make sense dan applicable. Yang menarik, Mbak Damar juga menyisipkan pengalaman-pengalamannya bersama Najwa dan Najib di sini, membuat pembaca jadi merasa lebih dekat dan mudah memahami. Tak hanya di bab pertama loh, Mbak Damar juga menuliskan banyak kisah menarik seputar kesehariannya bersama keluarga. Mungkin karena buku ini berangkat dari tulisan-tulisan renyahnya di blog, jadinya membaca buku ini berasa lagi blogwalking ke blognya gitu deh. Hehehe…
Bagaimana Meninggalkan Kenangan Baik untuk Anak
Seperti judulnya, buku ini berusaha mengajak pembaca untuk mengukir kenangan indah masa kecil bagi anak-anak. Dan lewat 4 bab dalam buku ini, Mbak Damar menuliskan banyak hal yang sangat bermanfaat bagi setiap orang tua, terutama kita-kita yang pengen terus meng-upgrade diri.
Ada 4 bab utama dalam buku ini, yaitu Menjaga Ingatan Masa Kecil, Apa yang Anak Pikirkan tentang Orang Tuanya, Pilihan-pilihan Baik bagi Anak, dan Belajar Kehidupan. Bab pertama isinya kurang lebih seperti yang sudah saya tuliskan di atas, yakni bagaimana upaya orang tua menciptakan atmosfer rumah yang positif agar anak tumbuh menjadi pribadi yang hangat. Sedangkan di bab penutup, Mbak Damar mengajak kita untuk jeli memanfaatkan situasi untuk mengajarkan nilai-nilai kehidupan pada anak-anak dengan cara yang tepat. Dengan bahasa yang mereka mengerti. Sebab sesungguhnya lewat life lessons itulah, anak-anak mengerti betapa kayanya pelajaran hidup yang bisa mereka petik. Orang tualah yang wajib membersamai mereka untuk belajar dari sang hidup itu sendiri.
Meski begitu, Mbak Damar juga mengakui bahwa menjadi orang tua itu bukanlah sesuatu yang mudah. Bahkan, penulis sempat merasa gagal dan takut tidak mampu menjadi ibu yang baik untuk putri pertamanya. Namun, seiring berjalannya waktu, penulis pun mampu berdamai dengan kondisi dan menerima kenyataan bahwa tidak ada orang tua yang sempurna.
“Ya, anak-anak mencintai saya dengan segala keterbatasan yang ada pada diri ibunya. Cinta adalah mantra ajaib bagi seorang ibu… (hlm. 19).
Pergulatan batin seorang ibu yang ingin memberikan yang terbaik untuk keluarganya, tapi di sisi lain juga ingin memenuhi kepuasan dirinya sebagai pribadi, juga tergambar dalam beberapa bagian. Salah satunya adalah kisah di awal tulisan ini. Bagaimana seorang Damar Aisyah harus meredam ego, berusaha mendengarkan keinginan putrinya, namun pada akhirnya mengambil keputusan yang tepat bagi semua orang. Ya, begitu complicatednya peran seorang perempuan dalam keluarga. Dan semuanya terekam sempurna dalam tulisan mbak Damar.
Selain mengupas tentang sisi seorang ibu, buku ini juga berisi tentang cerita kedekatan sang ayah dengan anak-anaknya. Bagaimana sosok ayah mampu mengisi ruang kosong pada diri putrinya, dan sebaliknya, bagaimana sosok ibu menjadi idola bagi anak laki-lakinya. At this point, saya sangat setuju dan ngerasa bahwa apa yang tertulis di sini tuh bener banget!
Pada bagian lain, Mbak Damar juga menuliskan bahwa tidak ada kamus menyerah sebagai orang tua. Kegagalan pola asuh yang satu, tidak lantas membuat orang tua menyerah dan merasa semuanya berakhir. Justru, dari sesuatu yang kita anggap “salah”, kita bisa belajar dan mencoba hal lain lagi sampai menemukan yang terbaik. Yang utama, orang tua tidak boleh lelah menjadi teladan bagi buah hatinya.
What You Have to Know
Buat kalian yang penasaran sama buku keren ini, ada beberapa hal yang harus kalian tahu.
Pertama, buku ini cocok banget untuk orang tua dengan anak-anak usia balita hingga remaja. Kenapa? Karena isinya banyak banget yang relate sama kehidupan orang tua baru (new parents), atau mereka yang berada dalam fase pengasuhan anak hingga remaja. Meski demikian, orang tua dengan anak-anak yang lebih besar pun masih cocok membaca buku ini. Soalnya yang dibahas tuh hal-hal universal yang rasanya setiap orangtua perlu tahu.
Kedua, karena kebetulan penulis memiliki sepasang buah hati yang berbeda jenis kelamin, jadi isinya pun beragam, mencakup pola asuh dan pengalaman sehari-hari penulis bersama Najwa dan Najib. Buat saya yang hanya punya anak cowok, jadi paham oh begini ya rasanya punya anak cewek gitu. Hehehe…
Ketiga, yang saya suka dari buku ini adalah topik pembahasannya yang relate banget sama bukibuk yang mungkin udah eneg sama teori parenting A, B, C, endebrai endebrai dan pengin cari buku parenting yang isinya fresh, renyah, dan sama sekali nggak terkesan menggurui. Udah gitu, sumber atau ide cerita pun sangat variatif. Mulai dari daily life bareng DuoNaj, hingga sosok tokoh terkenal. Brilliant!
Keempat, ada banyak tips seputar pengasuhan yang kece banget, pas untuk orang tua modern yang open minded dan pengen membangun generasi yang smart dan bahagia.
Kelima, membaca buku ini nggak akan bosan, karena gaya penuturannya yang mengalir dengan enak. Buat kalian yang udah biasa berkunjung ke blognya, pasti setuju.
Keenam, kekurangan buku ini apa? Well, nggak banyak sih yang bisa saya temukan, kecuali beberapa minor typo yang masih bisa ditolerir. Selain itu mungkin kalau penulis menyisipkan lebih banyak cerita selama pandemi, akan lebih relate lagi. Terutama buat bukibuk yang kadang berubah jadi singa saat harus mendampingi buah hati di rumah aja. Selebihnya, well done!
Finally, saya rekomendasikan buku Good Childhood Memories ini buat kalian semua, para orang tua ataupun calon orang tua yang peduli sama generasi penerus kita nantinya. Kalian yang pengen memperkaya diri dengan ilmu parenting, wajib banget baca buku ini. Kuy hubungi langsung penulisnya ya.
And the last but not least, saya ingin meng-echo pesan penulis bahwa tidak apa-apa menjadi orang tua yang tidak sempurna. Karena anak-anak tidak butuh orang tua sempurna. Yang mereka perlukan adalah penerimaan yang utuh dan cinta kasih yang penuh dari orang tuanya.
Happy parenting!
5 Komentar
Setuju mbak dengan pesannya. Bagi anak orang tua adalah panutan yang terbaik, mereka bahkan bisa mentolerir sikap yang mungkin kurang baik dari ortunya, karena hanya orangtua yang bisa memberikan cinta dan kasih sayang yang tulus. Btw sukses buat mbak Damar dan bukunya, sangat menginspirasi sekali isinya.
BalasHapusSaya tuh pernah iseng nanya ke anak perempuan, ada masa kecilnya yg engga enak dikenang ga, dalam pengasuhan kami sebagai orang tuanya.
BalasHapusDia cuma bilang, dulu waktu SD pengen camping (PERSAMI), tapi engga boleh sama Ibu...
Padahal kayaknya sepele...Rasanya pengen puterbalik lagi ke masa lalu, trus ngasih izin camping sepuasnya deh...Hehe...
Keren mb Damar bisa menggali kenangan masa lalu dan dituliskan di bukunya
Btw...rasanya aku tertohok soal review buku. Haha...masih ada utang nih aku, belum selesai baca bukunya mb Betty...
Aku terharuuu dengan review-nya yang sangat lengkap dan mengulas dari berbagai sisi. Love banget, Mbak Bet. Matur nuwun untuk apresiasinya pada Gopd Childhood Memories. menulis buku ini butuh sebuah keberanian, dan itu saya dapatkan dari buku njenengan 'Smart Mom Happy Mom". Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca buku smapul biru ini.
BalasHapusYes, menuntut diri untuk menjadi orang tua sempurna itu sangat melelahkan. Juga bila tuntutan itu berasal dari pihak luar, lelah banget Hayati, mah :D
BalasHapusYang paling bener ya jadi orang tua yang mengasuh dengan bahagia, sesuai dengan pola asuh terbaik yang disepakati suami-istri. Kalau bahagia, pasti deh cara ngasihnya menjurus ke yang baik-baik dan -seperti kata buku ini- akhirnya meninggalkan memori manis bagi anak-anaknya.
Ulasannya menarik dan mengajak saya membayangkan isi bukunya. Pengulas dan penulis bukunya sama-sama keren, sih.
Selamat untuk BukNaj atas karyanya yang bakalan jadi hadiah terindah untuk ananda :)
Jujur, saya sering iri sama orangtua baru yang membersamai anaknya di zaman serba mudah ini. Mau belajar ilmu parenting, mudah didapatkan dengan gratis. Berbekal kuota, sudah bisa mendapatkan tips-tips merawat anak, mendampingi anak dsb.
BalasHapusNamun, saya juga sering ngeri melihat perkembangan arus informasi yang sangat pesat bagai tak terkendali. Saya membayangkan betapa beratnya beban orangtua era kini, mengasuh anak-anaknya bersaing dengan "pola asuh" dari dunia maya yang keras.
Semoga, kehadiran bukunya Mbak Damar dapat memberi pencerahan buat para orangtua. Titip salam sama mbak Damar ya... Sukses untuk simbok juga.
Hi there!
Thank you for stopping by and read my stories.
Please share your thoughts and let's stay connected!